JAKARTA - Penyerbuan aparat polisi ke Kampus Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Sabtu dinihari lalu, dinilai Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh sebagai perbuatan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dihubungi Harian Terbit di Jakarta, Senin pagi (26/5), Ridha mengatakan kesimpulan sementara, polisi melakukan pelanggaran HAM. Soalnya dari hasil investigasi Komnas HAM Minggu (25/5) dari pukul 11.00 hingga pukul 13.00 WIB ditemukan bukti-bukti sebagai berikut:
* Pertama, polisi melakukan pengrusakan bangunan Unas, termasuk mengacak-acak ruang koperasi mahasiswa dan ruangan lainnya.
* Penangkapan terhadap mahasiswa dilakukan sewenang-wenang dengan cara kekerasan dan penyiksaan. Di layar TV sangat jelas terlihat polisi memukuli mahasiswa.
* Sebelum menyerbu dalam kampus polisi tidak melakukan koordinasi dengan pihak Universitas. Padahal secara etika polisi harus koordinasi bila mau menyerbu dalam kampus dengan alasan yang jelas. Karena daerah tersebut punya hak otonomi kampus.
* Aparat kepolisian menyerang dengan membabibuta sambil mengeluarkan kata-kata kotor seperti "Habisi saja, pukul!".
Menurut Redha, Komnas HAM masih akan mendalami semua bukti yang ada. Misalnya soal ganja dan granat yang ditemukan di kampus perlu dikaji mendalam milik siapa sebenarnya benda tersebut. Soal hasil pemeriksaan urine apakah dilakukan pada laboratorium yang netral? masih perlu didalami, tuturnya.
Kalau hasil penelitian kita sudah selesai, nanti kita mengeluarkan rekomendasi kepada Kapolri agar dilakukan penegakan hukum dalam internal polisi.
Kasus Unas ini, kata Redha, harus menjadi perhatian bagi pimpinan Polri untuk berbenah diri sampai pada tingkat petugas di lapangan.
Pada pagi ini, puluhan Mahasiswa Unas didampingi Rektor Dr Umar Basalim mendatangi kantor LBHI Jl Diponegoro Menteng, Jakarta Pusat untuk menandatangi surat permohonan penangguhan penahanan 31 mahasiswa yang ditahan di Polres Jakarta Selatan, Senin (26/5).
Dari LBH, kata koordinator aksi Rossiana, para mahasiswa, rektor dan pengacara dario LBHI berangkat ke Polres untuk menyerahkan surat penangguhan penahanan tersebut. "Hari ini kami belum ada demo, kami hanya melakukan aksi dengan memainkan musik di kampus," ujarnya.
Copot Kapolda
Sementara itu, salah satu pentolan Partai Demokrat yang juga anggota fraksi partai itu di DPR RI, Boy W Saul, di Jakarta, Minggu Malam, mendesak Kapolri Sutanto agar harus menginstruksikan Kapolda Metro Jaya mundur dari jabatannya terkait penyerbuan anggotanya ke Kampus Unas.
"Tindakan anarkis yang dipicu oleh aparat kepolisian itu masih berada di wilayah Polda Metro Jaya. Makanya, Kapoldanya harus mundur, atau dicopot dari jabatannya, karena telah beberapa kali membiarkan kasus penyerbuan kampus atau kompleks pendidikan seperti itu terulang," katanya kepada Antara.
Cara ini (mencopot pejabat Polri) merupakan upaya me-nimbulkan efek jera, agar para pimpinan Polri memiliki tanggungjawab bagi anggotanya yang bertugas mengamankan berbagai aksi massa di mana-mana. "Jangan ja-di kebiasaan (tindakan kekerasan) itu. Harus segera dicari pola baru dalam proses pengamanan aksi massa. Harus utamakan unsur dialogis dan komunikasi," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Alumni Aktivis Unas, Aloysius Rebong, di Jakarta, Minggu ma-lam, atas nama organisasinya meminta pengertian pihak Polri agar harus dan segera mengganti seluruh peralatan kuliah di kampusnya, akibat penyerbuan aparat keamanan, Jumat hingga Sabtu lalu.
"Sementara investigasi terus dilakukan, kami minta pengertian pihak Mabes Polri, agar dengan jiwa bisa bisa ikut menanggulangi kerusakan di kompleks kampus Unas itu," kata Aloysisu yang didampingi Sekretaris Perhimpunan Alumni Aktivis Unas (Peraknas), Andi Gembul.
Kerusakan kompleks kampus tak saja terjadi di Koperasi Mahasiswa (Kopma) dan gedung Satuan Pengamanan, tetapi hingga di beberapa lantai blok III tempat perkualiahan.
Di mata para pentolan Peraknas, anggota Polri yang diterjunkan tidak bisa mengendalikan dirinya sebagai aparat keamanan untuk melindungi rakyat.
"Pihak kepolisian sebaliknya bertindak berlebihan dan melanggar kebebasan mimbar akademik. Kami protes keras," tegas Aloysius.
Karena itu, menurutnya, pihaknya akan segera mengajukan protes ke Kapolri dan mengadukan persoalan ini ke Komnas HAM serta DPR RI.