Piala Eropa bukan sekadar industri olahraga. Kejuaraan yang digelar di Swiss-Austria, 7-29 Juni nanti juga memunculkan multiply effect, termasuk bisnis esek-esek yang konon untungnya diperkirakan bisa mencapai jutaan US Dollar.
Aneh? Tidak juga. Event olahraga berskala internasional, betapapun, selalu menjadi pemicu naiknya bisnis hiburan. Saat Portugal menggelar Piala Eropa empat tahun lalu, atau kala Jerman jadi tuan rumah Piala Dunia 2006, hal yang sama juga terjadi.
Datangnya ribuan dan mungkin jutaan penggila bola dari berbagai negara di Eropa, bahkan mungkin dari luar benua biru itu, dianggap merupakan peluang pesar yang sangat menjanjikan oleh para pelaku bisnis esek-esek.
Selain itu pemerintah setempat juga kadang-kadang memfasilisasi bisnis ini. Karena apabila tidak, supporter pria yang 'libido'-nya tinggi kalau tidak terlampiaskan bisa melakukan kejahatan seksual kepada para wanita lokal setempat.
Apalagi, sebagaimana di Jerman, Austria juga merupakan salah satu negara di Eropa yang 'menghalalkan' bisnis syahwat tersebut. Para pekerja seks komersial (PSK) di sana beroperasi di bawah lindungan sebuah organisasi khusus (mafia?) yang diakui pemerintah.
Gampang ditebak, sepanjang Euro 2008 berlangsung nanti, praktis penuntas libido itu akan dikelola secara terorganisir dan teratur dengan penyebaran PSK secara merata. Mereka juga akan dikendalikan dan diawasi terkait kemungkinan penyebaran virus HIV/AIDS.
Itu pula sebabnya, organisasi PSK di Austria menjalin kerjasama dengan organisasi serupa di Jerman. Kebetulan, negara tetangga itu sudah berpengalaman saat negara tersebut menyelenggarakan Piala Dunia 2006 yang dinilai sukses.
Sayangnya, tidak ada laporan tentang sistem pengendalian dan pengawasan praktik prostitusi di negara tersebut, termasuk masih gelapnya populasi PSK di Negara Panser itu. Hal ini, tak pelak, menyulitkan kontrol masuknya PSK dari negara-negara tetangga ke Austria.
Tak heran apabila kemudian muncul kekhawatiran bagi anggota kelompok prostitusi bernama 'Sophie' yang diketuai Eva van Rahden. “Kami berharap tidak ada kenaikan jumlah prostitusi ilegal," kata Van Rahden.
Menurut dia, meningkatnya praktik prostitusi ilegal selama tiga pekan pertandingan sangat tidak menguntungkan bagi kelompoknya. Van Rahden menunjuk bukti kecilnya peningkatan pendapatan rumah bordil legal di Jerman selama Piala Dunia 2006.
Dia memahami hal itu. Booming praktik prostitusi ilegal akan menimbulkan persaingan harga yang tidak sehat. Sebab, pelayanan ilegal bisa memberikan harga yang sangat murah dan tidak terkena pemangkasan biaya pajak.
Masalahnya, menurut Van Rahden, pihak kepolisian menawarkan solusi yang dianggap kurang tepat, yakni menambah jumlah rumah bordir legal selama tiga pekan petandingan di empat kota besar di Austria, yakni Wina, Klagenfurt, Innsbruck dan Salzburg.
Solusi kepolisian bukan tak beralasan. Pasalnya, setelah mereka melakukan pengecekan ke lapangan, ditemukan sudah adanya peningkatan jumlah usaha seks ilegal. Namun, sampai kini belum ada indikasi yang mengarah kepada pemaksaan kaum perempuan untuk menjadi PSK.
'Sophia' pun telah mendiskusikan hal ini dengan panitia penyelenggara Euro 2008 dan mendapat respon positif. Panitia akan melakukan kampanye anti perdagangan manusia melalui iklan-iklan konvensional seperti bir, makanan, dan barang-barang konsumsi lainnya.
Kampanye yang bertujuan untuk mengakhiri perdagangan manusia dan prostitusi paksaan menampilkan iklan televisi berdurasi 60 detik yang menunjukkan wanita penuh luka memar tengah dijambak rambutnya menuju lembah hitam dan dijual ke dalam perdagangan seks.
Iklan tersebut termasuk dengan sebuah pesan yang bertuliskan "ratusan wanita muda dijual ke dalam industri seks Swiss setiap tahun". Iklan tersebut akan ditayangkan di televisi nasional Swiss, di empat stadion Swiss dan pada zona umum fans di Berne, Basel dan Zurich.
"Perdagangan manusia buruk sekali, sebuah hal yang kejam. Karena itu kami ingin memeranginya dengan image yang digunakan dalam film," ujar wakil ketua kampanye Ruth Gaby-Vermot.
"Kami ingin memastikan bahwa orang-orang menyaksikan film tersebut akan berpikir mengenai apa yang mereka lihat serta memahami situasinya," imbuhnya.
Kekhawatiran muncul di tahun 2006 tentang meningkatnya perdagangan manusia dan prostitusi paksaan di tengah-tengah Piala Dunia 2006. Para peneliti kemudian memperkirakan tingkat prostitusi kemungkinan telah menurun selama Piala Dunia.
Panitia turnamen telah mempelajari dari apa yang terjadi di Jerman dan tidak mengharapkan Euro 2008 akan menyebabkan meningkatnya perdagangan manusia atau prostitusi paksaan di dalam ajang itu sendiri.
Namun Euro 2008 akan menarik perhatian jutaan pendukung tim peserta, sebagian besar pria yang mungkin mendatangi tempat-tempat prostitusi di kota penyelenggara untuk mendapatkan kesenangan. Pertanyaannya, apakah si PSK murni 'jualan' atau di bawah paksaan?
Jadi, penggila bola juga merupakan target yang ideal untuk menunjukkan bahwa prostitusi paksaan adalah sebuah realita dan pria sendirilah yang dapat membantu menangani masalah tersebut. (sumber: inilah.com)