NGAWI - Ratusan hektar tanaman padi di Patalan, Kendal terancam gagal panen. Padi berusia tiga bulan pada lahan sekitar 400 hektar kekurangan air sehingga menguning dan kering. ''Biasanya kami dapat air dari dataran tinggi saat padi mulai berbulir. Ternyata air tersendat, apalagi banyak eksploitasi,'' kata Sasmoharjo, salah satu petani di Kendal.
Pada musim kemarau seperti ini menanam padi dianjurkan dihindari. Tanaman padi membutuhkan air yang lebih banyak dibandingkan tanaman palawija. ''Namun, biasanya kami cukup aman menanam padi sebab menggunakan air dari sumber," kata Sasmo.
Akibat kurangnya air ini, sawah-sawah yang sudah berisi padi berbulir harus merana. Samoharjo misalnya merugi jutaan rupiah. Sebab satu hektar tanahnya yang bisa menghasilkan 6,5 ton, sekarang ludes. Dia terpaksa memilih panen lebih dini dengan hasil gabah sekitar dua ton saja.
Sementara, petani lain di Patalan tak kalah sengsara. Banyak di antara mereka yang terpaksa gigit jari karena tak bisa melakukan panen. Beberapa warga setempat bahkan memilih membabat padi yang ada dan membakarnya. Kemudian menebarkan abu jerami ke sawah sebagai pupuk. ''Berikutnya kalau situasi sudah memungkinkan saya baru memulai lagi menanam palawija, mungkin jagung saja," kata Harmin, salah satu warga.
Lahan di Patalan sebenarnya cukup baik untuk tanaman palawija. Bahkan di daerah ini pernah jadi percontohan panen raya jagung yang cukup berhasil pada 2004 lalu.
Tradisi dan pengetahuan petani yang hanya terpikir menanam padi biasanya menjadi bumerang saat kemarau datang. Petani Ngawi mayoritas masih nekat menanam padi walaupun sudah mengerti sulit menyuplai air untuk persawahan ketika kemarau datang.
- Radar Madiun -