- FORUM SMADA NGAWI -
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


MEdia Ngobrol dan Informasi Smada / Smuda Ngawi...
 
IndeksIndeks  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 Demokratis Kok Miskin?

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin
Admin


Jumlah posting : 651
Age : 61
Lokasi : Nusantara Maya
Registration date : 29.01.08

Demokratis Kok Miskin? Empty
PostSubyek: Demokratis Kok Miskin?   Demokratis Kok Miskin? EmptyThu Jun 12, 2008 8:19 am

Oleh : Prastiyo

10-Jun-2008, 03:23:14 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Pertanyaan di atas sepertinya relevan dikemukakan di tengah perdebatan angka-angka kemiskinan yang hari-hari ini menghiasi media. Bapenas (2006) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, Bapenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.


Pendekatan Kebutuhan Dasar

Melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.


Menurut Pendekatan Pendapatan

Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.

Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.


Pendekatan Obyektif

Pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri [Joseph F. Stepanek, (ed), 1985].

Singkatnya, dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari;
(1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan,
(2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produksi,
(3) kurangnya kemampuan membaca-menulis,
(4) ketiadaan jaminan kesejahteraan hidup [tabungan/asuransi],
(5) upah [UMR] yang rendah,
(6) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas, dan
(7) ketiadaan kesempatan untuk aktualisasi.

Lalu apa artinya itu semua? Ternyata, ketujuh indikator ini masih dominan dalam masyarakat kita. Secara umum, masyarakat kita setelah gegar reformasi justru terpuruk pada ekonomi yang sangat rendah. Kemerdekaan berpolitik, usaha penegakan hukum, dan liberalisasi ekonomi yang ditempuh pemerintahan hasil pemilu demokratis belum menghasilkan masyarakat sejahtera. Kegagalan ini dikarenakan kita masih berpusing-pusing menikmati dan memperpanjang transisi serta menyerahkan pemaknaan dan realisasi kesejahteraan ekonomi pada tekhnokrat yang menjauhi rakyat.


Tujuan Ekonomi Makro

Ada empat tujuan yang ingin dicapai kebijakan ekonomi makro. Secara garis besar, keempat tujuan itu ialah:
(1) output atau pendapatan nasional riil yang tinggi dan terus meningkat;
(2) tingkat kesempatan kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah sehingga akan mengurangi kemiskinan;
(3) tingkat harga-harga yang stabil atau naik secara perlahan-lahan;
(4) perdagangan internasional yang kuat ditandai dengan kurs valuta asing yang stabil dan nilai ekspor dan impor yang seimbang.

Agar tercapai keempat tujuan tersebut, pemerintah dapat menggunakan instrumen kebijakan fiskal, yakni belanja negara dan perpajakan. Belanja negara akan mempengaruhi permintaan agregat melalui konsumsi pemungutan pajak yang akan mengurangi pendapatan sehingga akan mengurangi pengeluaran perorangan. Secara bersamaan konsumsi dan pajak juga mempengaruhi penanaman modal dan output potensial. Dengan demikian, kebijakan fiskal selalu berakibat pada tingkat pengeluaran total dan akhirnya mempengaruhi GNP riil.
Instrumen kedua ialah kebijakan moneter yang menjadi otoritas Bank Indonesia (BI).

Kebijakan moneter pada prinsipnya ialah untuk menentukan jumlah uang beredar dengan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Biasanya perubahan jumlah uang beredar akan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga, serta mempengaruhi jumlah pengeluaran untuk barang-barang modal seperti mesin atau bangunan. Kebijakan moneter, dengan demikian, berperan penting baik terhadap GNP aktual maupun GNP potensial.
Instrumen ketiga ialah kebijakan ekonomi internasional.

Dalam hal ini pemerintah dan BI dapat mengintervensi kegiatan perdagangan internasional. Kebijakan-kebijakan tersebut biasanya juga bisa digunakan untuk mempertahankan keseimbangan pasar valuta asing. Sementara instrumen keempat ialah kebijakan pendapatan oleh pemerintah untuk mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Misalnya melalui ketentuan upah minimum dan harga produk tertentu untuk menaikkan pendapatan ataupun untuk menekan laju inflasi.

Melihat uraian konsep teoretis tersebut, jelaslah bahwa membaiknya indikator ekonomi yang terjadi saat ini hanyalah semata-mata sasaran antara. Sedangkan sasaran utama yang sebenarnya dapat merupakan tolok ukur keberhasilan suatu pemerintahan dalam menyelenggarakan perekonomian negara adalah berkurangnya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Banyak pihak yang menengarai, tidak menyambungnya penguatan ekonomi dengan sektor riil dikarenakan "perbaikan" hanya di bisnis finansial, yaitu pasar portofolio (saham dan obligasi) dan pasar uang. Selain itu, kesenjangan tampaknya disebabkan pula oleh melemahnya tiga sektor utama yang di masa lalu memberikan kontribusi paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB), yakni sektor pertanian, perdagangan, dan industri manufaktur.

Pertanian yang pada 2004 memiliki kontribusi sekitar 16% terhadap PDB turun jadi 13,4% pada tahun 2005. Perdagangan yang memiliki kontribusi 16,9% terhadap PDB pada 2004, turun jadi 15,7% tahun 2005. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pun turun dari 30,1% tahun 2004 menjadi 28,1% pada tahun 2005. Penurunan produktivitas pada sektor pertanian yang menyerap hampir 45 persen dari angkatan kerja sebenarnya harus diikuti oleh peningkatan kinerja sektor perdagangan dan manufaktur, sehingga tenaga kerja beralih ke sektor perdagangan dan manufaktur. Sayangnya kenyataan demikian tidak terjadi. Penurunan produktivitas sektor pertanian justru berbarengan dengan melemahnya sektor perdagangan dan industri manufaktur.
Sedihnya, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian stagnan. Sebaliknnya produktivitas sektor ini mengalami kemerosotan. Akibatnya tingkat kesejahteraan masyarakat pun menjadi semakin memburuk. Ujungnya adalah menambah kemiskinan, terutama di pedesaan.

Hari ini, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baru berorientasi pada stabilitas makro-ekonomi. Sedangkan sasaran utama berupa pengurangan pengangguran-kemiskinan belumlah terwujud. Padahal kedua sasaran itu merupakan bagian dari sembilan prioritas pembangunan yang dicanangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007.

Satu tahun tersisa kekuasaan pemerintahanh SBY-JK, kerja keras harus dilakukan bila tidak ingin dikatakan gagal dalam mengemban kepercayaan rakyat. Jadi, walaupun di tingkat politik, negeri ini dipimpin pemerintahan yang dihasilkan oleh pemilu relatif demokratis tetapi belum mampu mengurangi problem utama masyarakatnya; pengangguran, kekerasan dan kemiskinan.
Kembali Ke Atas Go down
http://forum.smadangawi.net
 
Demokratis Kok Miskin?
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Weker yang Bisa Bikin Miskin

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
- FORUM SMADA NGAWI - :: INFORMASI :: Sosial Politik-
Navigasi: